Mereka yang Memelopori yang Belum Lazim di Masanya, Kini Menuai Hasil

Lanjutan dari tulisan berjudul Menyampaikan Pesan dengan Apa yang Kita Punya

Hiburan berupa tari Orlapei (untuk penyambutan tamu) dari Maluku makin menghidupkan suasana sebelum Bijaksana Jonerasano presenter berikutnya tampil.

Bijaksana Jonerasano, putra Banyuwangi yang menamatkan pendidikan tingginya di ITB ini adalah pendiri Greeneration Indonesia, sebuah badan usaha sosial yang bergerak di bidang lingkungan bersama kawan-kawan kampusnya.

Ia mengatakan bahwa, “Kewirausahaan sosial itu intinya adalah semangat dan upaya sosial dengan pendekatan kewirausahaan.” Wira usaha yang dilakukan bertujuan sosial.

Tari Orlapei dibawakan oleh muda-mudi Maluku
Pada tahun 2009 ada penelitian yang menemukan fakta bahwa sampah kantong plastik di Indonesia per orang per tahun sebanyak 700 lembar. Wow …!

Maka Sano bersama kawan-kawannya mengampanyekan “diet kantong plastik”. Mereka menggandeng pemerintah, media, kalangan akademik, kalangan swasta, dan publik, mengajak menggunakan kantong BaGoes sebagai alternatif. Kantong ini bisa dilipat kecil-kecil, dijadikan gantungan kunci, dan dibawa ke mana-mana.

Berdasarkan informasi yang saya kutip: kelebihannya, kantong ini bisa digunakan hingga 1000 kali dan bahannya  berasal dari pabrik yang memiliki pengolahan limbah yang tersertifikasi, material kain nylon-ripstop yang tahan lama, jahitan yang kuat didukung oleh benang kualitas premium dan bahan dengan lapisan yang dapat mencegah air untuk masuk ke dalam tas atau disebut sebagai water repellent (efek daun talas). Aspek sosial dari produk ini juga tidak ketinggalan, para konsumen yang membeli dan menggunakan tas ini sudah secara langsung turut mendanai program pengelolaan sampah dan beberapa program potensial yang sedang berjalan.  Selain itu proses pembuatan tas ini melibatkan kerja sama dengan industri mikro sebagai bentuk pemberdayaan dan pembinaan masyarakat agar lebih mandiri[1].

Bijaksana Jonerosano, pendiri Greeneration Indonesia
Salah satu hasil yang signifikan adalah menurunnya penggunaan kantong plastik di sebuah retailer sebanyak 8 juta kantong. Mereka memang bekerjasama dengan retailer besar ini dengan membuat SOP tertentu. Uang yang diperoleh dari hasil penjualan kantong dipakai untuk pengelolaan sampah/lingkungan. Untuk lebih jelasnya, mengenai apa yang telah dilakukan Greeneration, silakan baca di: http://journey.greeneration.org.

Greeneration Indonesia yang tadinya hanya digerakkan oleh 2 orang, kini sudah memiliki karyawan sejumlah 40-an orang yang dibayar secara profesional. Kunci utamanya, menurut Sano adalah MODEL dan SISTEM, seperti yang telah dilakukannya dan sekarang menuai apa yang ditanamnya.

Satu hal yang menarik lainnya, jika Sano menggerakkan diet pemakaian kantong plastik yang belum lazim saat itu, Pepih Nugraha juga melakukannya tapi dalam bentuk berbeda. Ia menggerakkan Kompasiana yang waktu itu banyak mendapatkan pandangan sebelah mata dari orang-orang.

Saat ini, sudah banyak yang mengenal Kompasiana. Dibandingkan kompas dot com yang menayangkan 300-an tulisan per hari, kompasiana dot com kini menayangkan lebih dari 1000 tulisan per hari. Saya menyaksikan sendiri, sejak 3 tahun terakhir, tulisan-tulisan yang menjadi head line ataupun high light, ataupun yang direkomendasikan oleh admin Kompasiana itu tak mudah karena tulisan-tulisan yang masuk ke sana semakin berbobot. Nilai bobotnya, saya lihat utamanya dalam nilai beritanya.

Pepih Nugraha, pendiri Kompasiana
Pepih Nugraha – pendiri Kompasiana berikutnya tampil mempresentasikan tentang jurnalisme warga. Bagaimana ia berjuang sejak tahun 2008 hingga berkembang sampai saat ini.

Kompasiana adalah media citizen journalism. Citizen journalism adalah kegiatan melaporkan berita yang dilakukan warga biasa yang meminati hal-hal tertentu yang tidak bermaksud mencari keuntungan.

Pada perkembangannya, ada 3 hal yang menarik dari Kompasiana:
  • Kompasiana akan menjadi unit usaha tersendiri dalam Kompas-Gramedia pada akhir tahun ini.
  • Kompasiana sudah menerbitkan beberapa buku, hasil dari tulisan para kompasianer.
  • Kompasiana menjadi “whistle blower”, maksudnya memunculkan hal-hal yang sulit dimunculkan oleh media main stream dan bisa menjadi jalan bagi terjadinya sebuah kejadian yang tak terduga. Seperti kasus Anggito Abimanyu yang akhirnya berhenti dari jabatannya sebagai profesor dari sebuah universitas, dipicu oleh artikel seorang kompasianer yang menuliskan bahwa Anggito Abimanyu menjiplak tulisan orang lain.
Menarik ya, dari dua orang ini kita bisa belajar bahwa apa yang belum lazim tidak berarti tidak bisa diterapkan. “Hanya” perlu konsistensi untuk menerapkan dan membesarkannya, maka tunggu saja hasilnya akan bisa dituai!

Makassar, 25 September 2014

Bersambung ke tulisan berikutnya




[1] Sumber: http://blog.greeneration.org/post/4336491218/bagoes-sadar-untuk-memulai-memulai-untuk-sadar#.VCOzrWd_t1Y


Share :

2 Komentar di "Mereka yang Memelopori yang Belum Lazim di Masanya, Kini Menuai Hasil"

  1. Orang2 yang istiqomah ya Mbak :)

    Apa khabar?

    ReplyDelete
  2. Salah satu kunci sukses itu adalah berani tampil beda :)

    Thanks sharingnya mbak :)

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^