Showing posts with label Panti Asuhan. Show all posts
Showing posts with label Panti Asuhan. Show all posts

Kue Kering Lebaran di Setia Karya

Kegigihan bu Rini dan saudara-saudaranya dalam membina panti asuhan Setia Karya, patut didukung dan ditiru. Membina 65 anak selain anak kandung tentunya bukan hal yang mudah.

Setiap hari bu Rini bersama suaminya membuat kue-kue untuk dititip jual di beberapa toko di Makassar. Ini sekaligus merupakan salah satu sumber pemasukan panti juga. Di bulan Ramadhan ini, ia membuat kue-kue kering untuk dijual tetapi tidak dititip jual di toko-toko. Barang siapa yang berkenan membeli, bisa langsung ke Panti Asuhan Setia Karya, Jl. Manurukki Raya No. 29 A, Makassar.

Ada aneka jenis kue kering, seperti kue keju, nastar, cokelat, dan sultana. Khusus kue sultana ini, saya sempat menghirup aromanya. Sedap. Dari aromanya saja, air liur sampai menetes. Konon bu Rini menggunakan bahan-bahan yang bagus, bukan asal bikin.
Baca selengkapnya

Semangat Berbagi di Setia Karya

Saya senang kembali ke tempat itu. Senang bisa berbincang kembali dengan bu Rini. Senang bisa melihat anak-anak di panti asuhan Setia Karya itu terlihat ceria, seolah mereka tak punya beban hidup apapun padahal di mata kita, merekalah segelintir dari anak-anak yang paling menderita di dunia.

Bagaimana tidak menderita kalau mereka nyaris tak mengenal ayah dan ibu kandung mereka? Beberapa di antara mereka bahkan resmi menjadi penghuni panti di saat usia mereka masih dalam hitungan hari! Hubungan gelap yang dilakukan para mahasiswa yang seharusnya menjadi orang tua mereka dijadikan alasan pembenaran untuk meninggalkan mereka di panti itu.

Bu Rini yang menceritakannya kepada saya. Ia adalah salah satu dari 12 anak pendiri panti asuhan Setia Karya. Enam orang dari mereka tinggal di area panti, mengurusi panti yang beranggotakan 65 anak yatim/piatu/ terlantar ini.
Baca selengkapnya

Bahagianya Beramal Bersama Setia Karya

“Terima kasih, Bu,” ujar bu Rini seraya tersenyum.

“Ibu bawakan jilbab baru padahal saya bilang yang bekas mo saja,” lanjutnya lagi dengan semringah.

“Ada yang kasih, Bu,” saya membalas tersenyum, bahagia sudah menjadi penyampai amal ke panti asuhan Setia Karya itu.

Saya ke panti itu pada tanggal 3 April lalu untuk menyampaikan bantuan dari beberapa dermawan. Tulisan saya yang berjudul Masih Setia Berkarya mendapat tanggapan dari mereka berupa bantuan aneka jilbab dan pakaian layak pakai kepada anak-anak panti asuhan Setia Karya. Seseorang mengirimkan uang untuk dibelikan aneka jilbab dan sebagiannya lagi disumbangkan dalam bentuk uang.
Baca selengkapnya

Masih Setia Berkarya

Panti asuhan Setia Karya, seperti biasa tampak ramai. Beberapa orang dewasa duduk-duduk di depan kompleks panti. Saya mengenali dua orang di antara mereka merupakan pengurus panti. Saya lalu menyampaikan niat, mengantarkan titipan seseorang kepada seorang ibu pengurus panti.

Pengurus panti yang sampai sekarang belum saya ketahui namanya itu menanggapi pertanyaan-pertanyaan saya dengan bersahabat. Ia merupakan salah satu anak dari pendiri panti asuhan Setia Karya. Dari 12 bersaudara, 6 di antaranya tinggal di kompleks panti, bersama keluarga mereka.

Secara bersama-sama mereka bertindak sebagai orangtua anak-anak panti yang tidak semuanya yatim piatu itu. Ada di antara anak-anak itu masih memiliki ayah dan ibu tetapi orangtua mereka tak sanggup menafkahi mereka.
Baca selengkapnya

Yang Setia Berkarya

Zaman yang sebagian umatnya tergolong materialistis ini, masih memiliki orang-orang yang tulus membantu sesama. Saya beruntung bisa bertemu beberapa dari mereka dan bisa menuliskan kisah tentang mereka di blog ini.

Satu lagi yang pernah saya temui adalah para pengasuh panti asuhan Setia Karya. Mereka adalah beberapa dari 12 bersaudara, anak pendiri panti itu. Rata-rata mereka masih tinggal di sekitar panti. Panti asuhan Setia Karya lebih berupa kompleks. Anak-anak dan para pengasuh tinggal di 3 bangunan terpisah yang berlantai dua.

Dapur “umum” terletak di lantai bawah salah satu bangunan. Dipakai untuk memasak sehari-hari pengurus panti dengan dibantu anak-anak asuhnya. Di dinding luar dapur tertempel secarik kertas berisi daftar nama mereka yang bertugas setiap hari.

Baca selengkapnya

Paket untuk Anak-Anak An-Nur


Seorang kawan yang tertarik membaca tulisan saya tentang panti asuhan An Nur, mengirimi saya pesan inbox. Ia hendak menyumbangkan pakaian seragam sekolah ke panti asuhan tersebut. Selang beberapa waktu, tepatnya pada tanggal 28 Januari lalu sebuah paket berbentuk kardus besar tiba di rumah. “Untuk Yayasan An Nur” demikian tertera di paket itu.

Sudah pasti ini dari kawan tersebut. Nama pengirim yang tertera bukanlah namanya, tapi nama anak bungsunya. Ia memang mengatakan hendak mengirim paket atas nama anaknya.

Tanpa membukanya, saya bersama suami dan kedua anak kami – Athifah dan Afyad langsung membawanya ke panti asuhan An-Nur yang letaknya hanya sekitar dua ratus meter dari rumah kami.

Saat tiba di sana, sekitar dua puluhan anak panti berbagai usia sedang berada di ruang tamu, bersama ibu haji Mari, pendiri dan pengelola panti, sekaligus pemilik rumah yang ditempati anak-anak itu. Saya pikir sedang ada acara. Rupanya mereka sedang berdo’a bersama, mendo’akan seorang ibu yang hendak bersedekah kepada mereka.
Baca selengkapnya

Belajar dari Ketulusan Hajjah Mari

 Sebenarnya materi tulisan ini sudah beberapa kali saya buat di blog ini.
Tetapi karena saya berminat sekali ikut giveaway-nya kang Achoey yang temanya cocok dengan ini maka saya menuliskannya kembali, dengan meramu kembali tulisan-tulisan yang ada dan mengingat-ingat kembali kedatangan saya ke tempat yang menjadi setting di sini. Mohon maaf bagi Anda yang sudah berulang kali membaca tentang ini, silakan di-skip jika tak ingin membaca ini.


***

Sebuah becak yang dimuati beberapa kardus berisi deterjen dan pakaian bekas sudah mendahului kami. Kunjungan ini sudah kami rencanakan jauh-jauh hari sebelumnya. Saat teman-teman menanyakan panti asuhan yang bisa disambangi, saya mengusulkan panti asuhan Annur. Link tulisan Mendulang Amal Melalui 63 Orang Anak yang pernah saya buat beberapa bulan sebelumnya, saya tautkan ke grup facebook kami agar mereka bisa mempertimbangkan panti asuhan ini.

Panti asuhan Annur


Baca selengkapnya

Kopdar IIDN – ke Panti Asuhan

Andika - salah seorang
penghuni panti
Lanjutan dari tulisan sebelumnya ...

(Kopdar IIDN - di Rumahku)

Teman-teman setuju berjalan kaki menuju panti asuhan Annur yang terletak dekat kanal Rappocini. Panti asuhan itu hanya berjarak sekitar dua ratus meter dari rumah. Titik-titik air hujan menemani langkah kami di bawah naungan payung-payung reyot. Payung-payung di rumah nyaris tak ada yang beres karena terlalu sering dipakai bermain kemah-kemahan sejak Affiq belum memiliki adik. Dari 7 payung, hanya satu yang anatominya masih bagus.

Sebuah becak yang mengangkut aneka barang sudah berangkat duluan ke panti. Sempat terbersit ketakutan si pengayuh membelokkan becaknya entah ke mana karena ia mengemudi begitu cepat meninggalkan kami. Ayu, Icha, dan Uty yang berada lima meter di depan menunjuk arah yang dituju becak itu. “Sepertinya lurus,” kata Uty. “Belok kiri,” kata saya. Memang bisa lurus ke depan tetapi itu hanya memperpanjang waktu tempuh karena jalan yang diambil jadi memutar.
Baca selengkapnya

Mendulang Amal Melalui 63 Orang Anak

Ibu haji Mari, pengelola panti asuhan An-Nur
 sedang memangku Putra Andika,
ia merawat anak cacat itu dengan ketulusan seorang ibu

Memasuki panti asuhan An-Nur yang beralamat di jalan Rappocini Raya nomor 39 ini, terlihat ayunan bayi dan sebuah baby walker yang menyambut di bagian depan panti. Selang beberapa menit kemudian, keluarlah anak pemilik sekaligus pengasuh panti yang kebetulan bernama sama dengan saya ‘Niar’.
Niar kemudian memanggil ibunya, Hj. Mari. Menggendong seorang anak laki-laki berkulit putih bersih, Hj. Mari menyongsong kami, mempersilakan kami duduk di kursi tamu tua yang ada di situ.
Baca selengkapnya