Kompromi Kamar Mandi

Kompromi Kamar Mandi - Hal tersulit dalam mengajarkan anak saya: Affiq (lahir 9 Juli 2001)  toilet training adalah mengeluarkannya dari kamar mandi setelah ‘hajat’-nya selesai. Saya sampai kehabisan akal. Tidak jarang saya sampai marah-marah tidak karuan karena masih banyak hal lainnya yang harus saya selesaikan sementara Affiq masih betah melakukan eksperimennya di kamar mandi dengan benda-benda yang kadang-kadang tidak ada hubungannya dengan kamar mandi. Dan jika diboyong paksa keluar dari kamar mandi, bisa dipastikan dia akan menjerit-jerit seraya meronta. Lama kelamaan saya tidak kuat menghadapi tenaganya yang semakin besar. Akhirnya bisa diramalkan, bukan hanya Affiq yang frustasi, saya juga. Sehingga jam-jam setelah itu adalah saat-saat yang sangat tidak nyaman bagi interaksi di antara kami. Interaksi yang seharusnya mulia, penuh kasih sayang sepanjang hari.

Saya sadar sepenuhnya bahwa kemarahan sama sekali bukan cara yang efektif dalam menghadapi anak. Ternyata untuk menjadi orang sabar itu tidak mudah. Pantasan Tuhan memuliakan orang-orang yang sabar. Oleh sebab itu, dari waktu ke waktu saya terus mencoba melatih kesabaran saya dan mencoba menemukan cara-cara kompromi dalam menghadapi Affiq.

Kompromi pertama dalam upacara di kamar mandi adalah memberikan waktu beberapa saat bagi Affiq untuk melakukan eksplorasi kamar mandinya setelah hajat utama selesai. Tadinya saya pikir hal ini akan membuatnya lebih gampang diajak keluar dari kamar mandi. Tetapi ternyata tidak. Kompromi kedua, setelah membersihkan Affiq dan membiarkannya main beberapa saat (yang ternyata seringkali tidak berhasil mengeluarkannya dari kamar mandi), saya mengatakan padanya bahwa saya akan berhitung sampai sepuluh dan setelah itu dia harus keluar dari kamar mandi. Lalu saya berhitung sampai sepuluh dengan interval 2-3 detik pada tiap hitungan. Cara ini pun harus dengan satu kompromi lagi: “senyuman dan gerakan-gerakan lucu” (walaupun hati saya sudah mulai gondok). Saat hitungan saya sampai pada angka delapan, Affiq akan buru-buru menyelesaikan eksperimennya (atau mungkin juga, buru-buru melakukan sebanyak mungkin eksperimen). Alhamdulillah, cara ini ampuh. Affiq tidak menolak diajak keluar kamar mandi.

Oh ya, kenapa “senyuman dan gerakan-gerakan lucu” saya sebut sebagai cara kompromi, itu karena dengan berhitung yang diikuti senyuman dan gerakan lucu, anak saya menganggap saya mencoba melibatkan diri dalam kegiatan yang sedang dilakukannya. Kalau saya berhitung sambil memasang mimik garang, saya kira banyak orang yang setuju kalau itu hanya akan membuat anak batita seperti Affiq justru membangkang.

*********************

Rupanya eksplorasinya dengan benda-benda yang ada di kamar mandi sudah selesai. Affiq sudah jarang melempar masuk tempat-tempat sabun atau benda-benda lain yang ada dalam kamar mandi ke dalam bak, memutar-mutar kran air, membuka dan menutup penutup kloset berulang kali, mengobok-obok air di kloset dengan tangan dan kakinya secara bergantian, atau menyikat lantai kamar mandi. Affiq mulai melirik barang-barang di luar kamar mandi. Mula-mula mainannya lalu perhatiannya berpindah ke barang-barang lain.

Beberapa kali Affiq membawa baju dan celananya ke kamar mandi. Kalau baju atau celana kotor sih tidak mengapa, toh akan dicuci. Tetapi kalau yang dibawanya baju/celana bersih ? Memintanya kembali dengan manis tidak selalu berhasil, apalagi memintanya dengan setengah paksa. Akhirnya saya mencoba berkompromi dengan diri saya sendiri, “Ah, tidak mengapa, cuma tambahan satu cucian kecil ini ...”. Di kamar mandi Affiq mengisi potty training-nya dengan air sampai penuh lalu mencelupkan dan mengangkat pakaiannya berulang kali sembari sesekali memerasnya dengan dua tangan kecilnya. Ah, mungil semata wayang ini sedang melatih motoriknya, dia sedang belajar mencuci pakaian. Lihat, mimik seriusnya menunjukkan betapa Affiq menikmati kegiatan ini.

**********************

KOMpromi kamar mandi

Hari Minggu terakhir di bulan April 2004. “Pa, jangan heran ya ... di kamar mandi ada ‘pemandangan aneh’, ... “, itu pesan saya saat suami saya hendak masuk kamar mandi. Pemandangan aneh yang saya maksud adalah dua kantung plastik berisi air yang tergantung di kran.

Ya ... kantung plastik berisi air itu adalah hasil ‘kompromi’ saya dengan Affiq. Seperti biasa, jika Affiq membawa sesuatu ke kamar mandi, dia ingin bereksplorasi dengan benda itu di kamar mandi. Hari ini dia membawa kantung plastik besar berisi beberapa mainannya yang terbuat dari plastik ditambah hiasan buah-buahan yang juga terbuat dari plastik milik Omanya. Lalu dia berkata pada saya, “Ma, ayo pi!” maksudnya: “Ma, ayo pipis”. Permintaan Affiq yang sering membuat saya dilema, memenuhinya atau tidak (benar-benar hendak pipis atau hanya ingin bermain air?).

Seperti biasa pula, saya kesulitan menariknya keluar kamar mandi saat dia sedang asyik bermain air dengan peralatan yang dibawanya (kali ini saya mencoba untuk tidak melakukan “Hitungan Kompromi”). Sambil berhitung, Affiq asyik mengisi kantung plastik berisi benda-benda plastik itu dengan air. Setelah beberapa saat bereksplorasi, saya minta dia menyudahinya. Affiq tidak mau. Saya pun memutar otak dan memutuskan melakukan ‘kompromi’ berikut: “Affiq, mari Mama isikan ya ... “. Lalu, sambil berhitung saya mencoba mengisi kantung plastik itu dengan air, penuh-penuh, sambil saya pegangi tentu. Affiq memperhatikan. Setelah cukup penuh, saya biarkan kantung plastik itu menggeletak, “Ya, tumpah ...”, kata saya. Lalu saya ajak lagi Affiq keluar. Affiq masih belum mau. Saya mulai tidak sabaran, kompromi yang saya lakukan ternyata belum cukup. Tetapi logika saya masih bekerja untuk tidak melakukan hal bodoh. Affiq bukannya sengaja membuat saya jengkel, dia hanya ingin memuaskan rasa ingin tahunya. Dia hanya sedang belajar. Saya memeras otak lagi, mencari cara kompromi lain. Lalu ... “Yuk kita gantung di kran”, saya pun menggantung kantung plastik berisi air sebanyak 1/3 bagian itu di kran yang menempel di dinding kamar mandi. Ini hal baru bagi Affiq, biasanya dia tertarik pada hal-hal baru atau yang di luar kebiasaan. “Nah sudah, yuk keluar ...”, bujuk saya. Alhamdulillah, Affiq menurut.

Hanya selang beberapa menit setelah itu, Affiq membawa 2 kantung plastik, kantung yang satu dimasukkan ke dalam yang lainnya. Dia minta pipis di kamar mandi. Wah, another experiment !. Sama dengan eksperimen tadi, kali ini saya ‘membantunya’ mengisi kantung plastiknya dengan air dan menggantungkannya di kran kamar mandi. Kini, ada dua kantung plastik berisi air yang tergantung di kran kamar mandi. Dan kantung-kantung plastik itu tergantung di situ sampai beberapa hari kemudian, sampai Affiq merelakannya diturunkan dan dikeluarkan dari kamar mandi.

Melalui Affiq, saya memperoleh banyak pelajaran hidup. Bahkan dari hal kecil sekali pun. Menjadi ibu rumah tangga ternyata bukannya membiarkan otak jadi beku. Saya ternyata tidak akan pernah berhenti belajar guna menjadi ibu berkualitas bagi Affiq, hal-hal yang dialami seorang ibu dalam mengasuh anaknya dari masa ke masa ternyata tidak pernah sama. Di antaranya, kompromi-kompromi di kamar mandi. Sekilas hanyalah hal remeh yang berlangsung setiap hari. Tetapi ternyata dengan itu saya bisa terus melatih kesabaran saya, bisa terus mengasah otak untuk mencari cara-cara kompromi baru yang sesuai dengan usia dan karakter Affiq (ya ... paling tidak masih ada bagian-bagian tertentu dari otak saya yang masih terus bekerja ... ), dan yang paling penting adalah saya tidak dengan semena-mena menghambat pemuasan rasa ingin tahu Affiq. Rasa yang jika terlalu sering tak terpenuhi bisa membuatnya frustasi, menguras rasa percaya diri dan harga dirinya,  dan yang paling mengerikan: bisa membuatnya kehilangan kepercayaan pada saya – ibu kandungnya sendiri.

Hiiiiiiiii amit-amit jabang bayi.
Jangan sampai terjadi
Makassar, Mei 2004


Share :

0 Response to "Kompromi Kamar Mandi"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^