Ternyata Sebagian Besar Masyarakat Kita Adalah Balita

Sumber gambar: www.garutnews.com

Saya sudah lupa kapan tepatnya suara DAR DER DOR petasan mulai menyusahkan banyak orang di bulan Ramadhan. Rasanya sudah cukup lama. Yang jelas hal ini amat sangat menjengkelkan. Orang-orang (tidak selalu anak-anak) yang bermain petasan itu apa tidak berpikir ya kegunaan/manfaat kegiatan yang tidak ada nilai positifnya itu? Atau mereka mendapatkan manfaat dengan membuat orang sekampung terkaget-kaget? Mbok mikir dong, apakah orang-orang yang turut mendengar petasan turut merasakan kegirangan mereka? Jawabannya kan hanya “Iya” atau “Tidak”. Kalau “Iya”, mbok didata dulu, berapa banyak orang yang turut bersukacita itu? Saya yakin hanya segelintir!
Kalau jawabannya “Tidak”, nah ... berbesar hatilah dengan mencari petasan yang volume suaranya bisa dikecilkan. Maka orang-orang yang kekurangan tidur bisa lebih panjang tidurnya, maka bayi-bayi yang terbangun kaget lalu menangis bisa tidur lebih pulas, dan manula-manula bisa lebih panjang harapan hidupnya karena jantung mereka bisa kembali bekerja dengan normal.

Fenomena petasan tak tahu diri ini membuktikan bahwa ternyata masyarakat kita sebagian besar adalah anak balita. Hanya anak balita saja yang tidak bisa berpikir panjang sehubungan dengan tindak-tanduknya. Bukan hanya fenomena petasan yang membuktikan hal itu lho, juga fenomena korupsi. Orang-orang serupa Nazaruddin yang sedang marak dibicarakan ini, sebenarnya masih berusia balita. Iya toh? Kalau memang sudah dewasa, seharusnya kan mikir dong, sebelum melakukan apa konsekuensi dari segala perbuatannya di dunia, dan nanti di akhirat.
Masih ada lagi yang membuktikan bahwa masyarakat kita ini sebagian besar anak usia balita, yaitu fenomena suap/sogok. Mulai di tingkat kelurahan, di universitas – oleh pegawai administrasi saat mahasiswa butuh mempercepat pengurusan surat-suratnya/beasiswanya, tes masuk PNS, dan lain-lain. Hebat ... jangan-jangan negara kita adalah negara urutan teratas yang penduduknya kebanyakan anak balita ya?
Hmmm .. kalau mau dicari-cari sebenarnya masih banyak lagi fenomena lain yang makin membuktikan hal ini. Saya cukup menuliskan yang ini saja. Anda mungkin bisa menyebutkan seabreg fenomena lain.
Kembali ke petasan Ramadhan. Dua hari yang lalu, di salah satu daerah di Sungguminasa (Sulawesi Selatan), polisi setempat menggelandang enam orang anak di bawah umur yang bermain petasan di depan masjid saat warga setempat tengah shalat tarawih. Kelihatannya mereka masih usia SD. Di kantor polisi, mereka diinterogasi dan orangtua mereka disuruh menandatangani surat perjanjian tak akan mengulangi hal ini lagi. Ide bagus. Saya jadi bertanya-tanya, setelah itu bagaimana ya, hubungan antara para pelapor dengan para orangtua anak-anak ini, apa mereka berkelahi atau menerima dengan lapang dada kalau anak mereka telah melakukan kenakalan yang meresahkan warga sehingga layak digiring ke kantor polisi?
Berkelahi? Bisa saja terjadi. Di sekitar rumah saya, sudah biasa terjadi orangtua berkelahi gara-gara anak. Banyak orangtua tidak menerima anaknya ditegur oleh orang lain, apalagi dilaporkan ke polisi.
Yang cukup menyebalkan, di sekitar rumah saya anak-anak usia kelas satu SD dan yang lebih muda juga bermain petasan. Tidak pagi, siang, atau sore hari mereka melakukannya. Kalau malam, ‘giliran’ yang lebih besar. Suatu sore, saya membeli pisang ijo di tetangga. Rencananya buat buka puasa. Tiba-tiba “DAR DER DOR”. Saya terpekik kaget, “Astaghfirullah!” Bukan hanya sekali. Paling kurang ada tiga kali bunyi tak tahu diri itu mengagetkan saya. Si empunya warung tertawa. Ia menganggapnya sudah biasa. Pandangan saya menyapu anak-anak yang sedang bermain petasan di halaman masjid di seberang warung. Saya meneliti anak-anak itu. Salah seorang dari mereka rupanya anak si empunya warung yang baru duduk di kelas 1 SD. Beberapa di antaranya lebih kecil darinya. Ya ampyun, betapa excuse-nya ibu ini dan ibu-ibu yang lain. Duh, mengapa sekarang hal-hal yang tidak pantas menjadi pantas? Sekali lagi, saya membuktikan sendiri, bukan hanya anak-anaknya yang balita, orangtua mereka pun balita!
Makassar, 14 Agustus 2011


Share :

0 Response to "Ternyata Sebagian Besar Masyarakat Kita Adalah Balita"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^