Ramadhan Nan Berwarna


Menjalani Ramadhan dengan tiga buah hati pastilah seru. Jika tahun lalu masih si sulung Affiq (11 tahun) yang berpuasa, tahun ini Athifah mulai ikut berpuasa atas permintaan sendiri. Jika tahun lalu saya deg-degan bila si sulung berpetualang tarawih dari satu masjid ke masjid lain tanpa sepengetahuan saya di mana itu, alhamdulillah di tahun ini tidak demikian lagi. Mungkin karena ia sudah cukup besar dan sudah mengerti jika diberitahu.

Di sekitar rumah kami ada enam masjid dalam radius tiga ratus meter. Seharusnya Affiq shalat tarawih di masjid yang paling dekat dengan rumah. Masjid itu terlihat jelas dari pekarangan rumah kami. Tetapi Affiq tak mau. Ia berpetualang sendiri ke masjid-masjid lain dan baru memberitahu saya sepulangnya dari masjid. Bagaimana tidak deg-degan, pasalnya di sekitar rumah kami banyak remaja yang suka nongkrong dan suka tawuran. Apa saja bisa menjadi pemicu perkelahian mereka.

Tahun lalu, hari-hari si sulung amat seru ketika berbuka di masjid dekat rumah. Ia maunya tiap hari buka puasa di masjid. Saya selalu membatin, “Untung Saya tak ikut buka puasa di masjid, kalau saya entah mau taruh di mana muka ini karena malu.’ Pasalnya karena si sulung teramat antusias saat berbuka. Di masjid, ia biasa berbuka dengan empat buah kue. Ia pernah menyerobot air putih di tempat orang dewasa karena di bagian anak-anak tak diberi air putih sampai-sampai seorang bapak berusia sepuh melotot padanya!


Masjid dekat rumah 
Jika tahun lalu si sulung harus setiap hari masih harus dibopong keluar dari kamar dalam keadaan tidur – seperti tahun-tahun sebelumnya dan disuapi saat sahur dengan mata tertutup, Ramadhan kali ini tidak lagi. Ia sudah bisa dibangunkan meski harus berkali-kali dicolek. Ia pun sudah bisa makan sendiri, setelah berkali-kali pula dicolek agar matanya bisa melek.

Menghadapi sahur, Ramadhan kali ini lebih berwarna. Tentu saja karena kali ini dua anak saya ikutan puasa. Saya biasanya menyiapkan makanan sahur sebelum tidur. Jadi, walaupun kesiangan bangun pukul 4 misalnya, makanan sudah rapi di meja. Saya tidur setelah menyiapkan sahur. Jika beruntung, saya bisa tidur pukul 11 malam. Jika tidak, pukul 00.30. Alhamdulillah Affiq tak rewel soal makanan. Jika ada yang dimintanya dan saya hanya menjawab, “Makan apa yang ada ya Nak. Mama capek.” Dia mengangguk, mengerti.

Sebelum masuk Ramadhan, Athifah (5 tahun 10 bulan) meminta sendiri agar dibangunkan saat sahur. Ia kepingin ikut puasa kali ini. Maka saya mengajaknya berpuasa hingga pukul 12 siang. Hari pertama ia berbuka dua kali: pukul setengah sebelas – hanya minum air sedikit, lalu lanjut hingga pukul 12. Alhamdulillah sampai hari ini ia sanggup berpuasa sampai pukul 12. Sesekali malah lewat, hingga pukul 12.30. Saat sahur, membangunkan Athifah tak sesulit membangunkan kakaknya. Setelah beberapa kali dicolek, matanya bisa terbuka dan makanan leluasa dimasukkan ke mulutnya.

Tampak depan
Kadang-kadang ada juga rasa nyaris putus asa menghampiri. Kala anak-anak lagi sama-sama sulit dibangunkan. Menjelang pukul 04.30 baru bangun, itu pun pakai marah-marah lagi. Waduh. Sudah mereka yang sulit dibangunkan, mereka pula yang marah-marah. Benar-benar menguji kesabaran.

Athifah rupanya sadar diri sekali. Kepada seorang kerabat yang saya telepon pada suatu hari, ia melapor, “Tante, saya puasa sampai jam dua belas siang. Tapi saya masih suka marah-marah kalau dibangunkan sahur.” Kerabat kami lalu bertanya, “Oya. Kenapa?” Ia menjawab, “Tidak tahu juga, kenapa.” Ahahah ... kamu nyadar juga ya Nak.

Tahun lalu Athifah ikut-ikutan sang kakak berbuka puasa di masjid setiap hari. Maka suami saya yang harus membuang malu dengan rajin-rajin menemani anak-anak ke masjid. Affiq senang sekali ditemani papanya karena menurutnya ia bisa sesuka hati memilih kue dan minuman yang dikehendaki. Tak demikian halnya jika ia hanya sendirian. Jika datang sendiri, ia duduk di bagian anak-anak. Ia tak suka berbaur dengan anak-anak. Alasannya, “Masak Cuma dikasih satu kue.” J

Ramadhan kali ini, tak lebih dari 5 kali Affiq berbuka puasa di masjid. “Bosan,” katanya. Athifah ikut-ikutan bilang, “Bosan.”  Untungnya, seperti “adik-adik” lain, ia suka juga meniru kakaknya. Syukurlah ... kali ini kami tak perlu membuang malu he he he.

Yah ... hal-hal seru yang hanya sekali seumur hidup. Inilah cerita keseharian saya. Bagaimana cerita Anda?

Makassar, 14 Agustus 2012

Postingan ini dalam rangka Lomba Blog Pojok Pulsa: Pojok Pulsa – Pulsa Elektrik - Pulsa Murah - Voucher Game Online. Mau Pulsa Gratis? Follow: @pojoktweet | Facebook Page Pojok Pulsa | Pojok Pulsa Google Plus Page



Silakan dibaca juga:




Share :

13 Komentar di "Ramadhan Nan Berwarna"

  1. loh kenapa ditempat anak2 tidak diberi air putih?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Entah mbak Lidya ... orangtua kadang2 suka begitu ...

      Delete
  2. banyak kali masjidnya ya kak... wah bikin deg-degan aja yaa main ke blog baruku ya http://nadasyahdu.blogspot.com/

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya .. asli bikin deg2an kalo si Affiq jelajah masjid :D

      Delete
  3. waj Athifah bikin iri nih. hehe klo aku dlu ke masjid sndri biar bisa bukber dapat kue.

    eh iya kLo air putih emang ga disedian. selalu teh manis.
    Yg lebih parah skrng menu pembukanya yg mendapat giliran terkdang ada yang menu berat yg "PEDES" yakni PONGGOL maknana khas Tegal hehe. yg terbuat dari tempe sambel goreng mb. jadi anak2 berat bgd kan. bisa meledak eheh.

    smoga sukses GA,a senang bisa berknjng kembali mb

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yaaa kog ngiri :D
      waduh, kasian anak2 kalo dapat makanan pedas yak hehehe

      Delete
  4. wow... banyak banget ya masjidnya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mas Huda, bikin deg2an nungguin anak pulang :D

      Delete
  5. Postingan k' niar Selalu menarik ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aih Nunu bikin ku jadi kembang-kempis .. hidungku maksudnya :D

      Delete
  6. Senangnya melihat perkembangan anak2 dalam puasanya. Smg tahun depan anak2 makin semangat ya mbak.

    ReplyDelete
  7. anak-anak ada masanya koq dibangunkan susah ketika sahur. kalo sudah lebih besar nanti malah mereka yang diberi tugas memasang weker dan membangunkan kami. kalo di kompleks saya acara buka puasa selain di hadiri anak-anak panti asuhan yang diundang bergantian dari panti asuhan yang berbeda setiap hari, juga terbuka untuk seluruh anggota keluarga kompleks....memang rutinnya begitu supaya ibu-ibu tidak perlu repot masak.hehehee...kalo Niar malu ayo lah berbuka di kompleks saya saja. :))

    ReplyDelete

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^