Ifa, ‘Gadis Tepi Danau Matano’-ku

Danau Matano, by: Mirna Yuniastuti

           Gadis itu kini sudah 9 tahun usianya, sudah naik di kelas 4 SD. Ukuran kakinya sudah nomor 35. Saya masih ingat saat ponakan perempuan terbesar (anak sulung dari Mirna, adik saya yang berdomisili di Sorowako, kabupaten Luwu Timur) ini masih usia 2 – 3 tahunan, saat liburan ke Makassar paling lama ia adem bermain dengan sulung saya - Affiq adalah selama 3 hari. Setelah itu mereka gontok-gontokan, tetapi yang memulai selalu Ifa. Ia galak sekali dulu. Pure koleris. Kalau bermain selalu ia yang menentukan jalan cerita. Saat dipukul Ifa, biasanya Affiq nangis dulu atau hanya diam saja. Tetapi dalam sehari Ifa bisa memukulnya lebih dari sekali, saat itulah ia melawan. Pernah saya mendapatkan Affiq sedang mencengkram rambut Ifa lalu dengan gerakan naik turun ia sekalian membenturkan kepala Ifa di lantai. Ifa  menyerah kalau sudah begini. Tetapi keesokan harinya ia ulangi lagi jika Affiq tak menuruti keinginannya.
           
         Tetapi itu dulu. Sekarang ia bukan gadis yang suka memukul lagi. Namun kolerisnya : tetap, memang sudah karakter bawaan he he he. Seperti saat baru-baru ini keluarga adik saya liburan di rumah kami, saya mendengar Ifa tengah membagi tugas, “Kalau hari Jum’at yang imam, baca do’a, dan kultum adalah Saya, hari Sabtu tugasnya Affiq menjadi imam, baca do’a, dan kultum!” Begitulah Ifa. Tugas-tugas yang ia titahkan itu bukan hanya secara lisan tetapi ia tuliskan juga, lengkap dari hari Ahad hingga Sabtu lalu ia tancapkan di rel gorden. Jangan tanyakan mengapa di rel gorden, saya pun tak tahu karena itu murni kebijakan Ifa. Jadilah hampir setiap hari selama di Makassar, Ifa shalat berjamaah dengan Affiq, Athifah, dan Faqih. Diam-diam saya bersyukur juga sebab agak terbantu dengan urusan shalat anak-anak ini.
            Suatu ketika Ifa mendatangi oma yang sedang sibuk menge-klip lembaran-lembaran  buku cerita anak-anak yang sudah terpisah-pisah. Ifa memperhatikan lalu ia berkata, “Oma, sini Ifa lihat apa sudah benar urutan halamannya?” Jelas saja oma menjawab, “Iya, Oma tahu. Biarpun Oma sudah tua, Oma tahu hal yang seperti itu.” J
Danau Matano, by: Mirna Yuniastuti
            Ifa punya cara yang unik dalam meminta dibuatkan sesuatu. Misalnya suatu malam gadis penggemar teh ini bermaksud meminta dibuatkan minuman kesukaannya oleh saya. Ia berkata, “Tante Niar, sepertinya Ifa pingin minum sesuatu tapi bukan air putih,” saya yang sudah menangkap maksud hatinya berkata, “Oya? Ifa mau apa memangnya?” Ifa menjawab, “Mmmh ... itu minuman yang huruf akhirnya “H”!” Saya menjawab pura-pura tidak tahu, “Oh, mau gula merah?” Ifa menjawab lagi, “Bukan, huruf awalnya “T” tante Niar!” Saya berkata lagi, “Oh .. TUH? TAH? TIH?” sambil menahan geli. Gadis ini memang hobi sekali mengubah keinginannya menjadi permainan teka-teki. Akhirnya ia menyerah, “TEH!” serunya. “Oke, tante Niar buatkan,” kata saya sambil berlalu menuju ke dapur.
Makassar, 1 Juli 2011


Baca juga:

Rindu Papa


Kepolosan Ifa



Share :

0 Response to "Ifa, ‘Gadis Tepi Danau Matano’-ku"

Post a Comment

Untuk saat ini kotak komentar saya moderasi karena banyaknya komen spam yang masuk. Silakan tinggalkan komentar ya. Komentar Anda akan sangat berarti bagi saya tapi jangan tinggalkan link hidup. Oya, komentar yang kasar dan spam akan saya hapus ya ^__^